Koi Herpes Virus (KHV), merupakan penyakit virus yang dikenal ganas, serangannya mampu mematikan ikan mas dan koi secara massal (lebih 80% dari populasi) (Hedrick et al. 2000; Perelberg et al. 2003; Sunarto et al. 2005). Hingga saat ini kasus serangan KHV masih merupakan kendala dalam kegiatan budidaya ikan mas dan koi. Kasus infeksi KHV di lingkungan budidaya dipicu oleh penurunan suhu perairan dan keberadaan individu ikan mas carrier(pembawa KHV) di lingkungan tersebut; Sehingga kematian massal ikan mas karena serangan KHV, umumnya berulang setiap tahun, terjadi seiring dengan penurunan suhu perairan hingga mencapai kisaran suhu yang bersifat permissive KHV (23-27 0C).
Secara medis, infeksi KHV sangat sulit dikendalikan dengan menggunakan obat/bahan kimia; Upaya yang paling mungkin dilakukan adalah dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh ikan, baik non-spesifik secara imunostimulasi (Sakai, 1999) maupun kekebalan spesifik secara vaksinasi (Perelberg et al., 2005). Vaksinasi merupakan tindakan memasukkan antigen ke dalam tubuh ikan untuk memicu sistem pertahanan tubuh secara spesifik. Dalam perkembangannya, terdapat empat jenis vaksin yaitu: vaksin yang dimatikan (killed vaccine), vaksin yang dilemahkan (attenuated vaccine), vaksin protein rekombinan dan vaksin DNA.
Upaya penyediaan vaksin secara konvensional dengan cara mematikan pathogen yang berasal dari inang/ikan yang terserang dikenal dengan istilah autovaksin (killed vaccine) telah dikembangkan di BBPBAT sukabumi pada tahun 2007, 2008 dan 2009. Tidak Stabilnya kandungan bahan immunogenic pada insang sebagai sumber virus, masih menjadi kendala yang mempengaruhi keberhasilan vaksinasi secara konvensional. Selain vaksin konvensional yang dikembangkan BBPBAT Sukabumi, pada tahun 2010 juga telah teregister vaksin anti KHV komersial dan telah dilakukan uji efikasinya pada skala laboratorium di BBPBAT Sukabumi. Hasil uji skala laboratorium menunjukkan hasil yang baik dengan sintasan 85-90% setelah diuji tantang. Namun demikian pada saat dilaksanakan uji lapang di pembudidaya di daerah Subang dan Garut, hasilnya tidak efektif dan terjadi kematian masal pada ikan setelah satu minggu divaksin. SOP penggunaan vaksin komersial ini terlalu rumit sehingga menyebabkan sulitnya penerapan vaksinasi pada pembudidaya.
Mengingat masih rendahnya keberhasilan vaksinasi secara konvensional maka perlu dilakukan perbaikan vaksin anti KHV, salah satunya melalui pengembangan vaksin DNA KHV. Vaksin DNA merupakan terobosan teknik eksperimental untuk melindungi organisme melawan penyakit dengan cara menginjeksikan DNA murni (naked DNA) untuk membangkitkan respon imunologi. Vaksin tersebut merupakan hasil rekayasa genetika dimana sekuen gen virus yang bersifat imunogenik disisipkan ke dalam plasmid; Plasmid tersebut kemudian ditransformasi dan dipropagasi dalam sejumlah bakteri E.coli; Produk isolasi plasmid dari kultur E.coli tersebut selanjutnya digunakan sebagai vaksin (Sri Nuryati, 2009).
Pengembangan vaksin DNA anti KHV telah dirintis oleh Institut Pertanian Bogor bekerjasama dengan BBPBAT Sukabumi, sejak tahun 2008-hingga saat ini. Vaksin DNA KHV diisolasi dari isolat virus KHV lokal (dalam negeri) sehingga vaksin ini memiliki kesesuaian antibodi dengan antigen yang cukup tinggi. Kesesuaian ini merupakan syarat penting untuk mencapai keberhasilan vaksinasi. Selain itu, vaksin DNA berbeda dengan jasad renik konvesional yang dapat mengalami kegagalan vaksinasi akibat kegagalan proses non-aktivasi virulensi dari patogen.
Isolat bakteri yang telah disisipi DNA glikoprotein virus KHV (Gp-25) berasal dari Institut Pertanian Bogor (IPB) dan dikultur/diperbanyak di laboratorium kesehatan ikan BBPBAT Sukabumi pada ruang khusus produksi vaksin. Vaksin DNA KHV diproduksi dalam 2 (dua) bentuk sediaan yaitu sediaan bakteri dan plasmid. Vaksin sediaan bakteri diaplikasikan melalui metode perendaman dan vaksin sediaan plasmid diaplikasikan melalui metode suntik pada ikan.
KEUNGGULAN
Beberapa keunggulan vaksin DNA KHV adalah:
1. Bersifat generik dan sederhana.
2. Aman dan tidak menimbulkan resiko terinfeksi penyakit.
3. Kombinasi keuntungan dari vaksin tradisional (inactivated vaccine) dan yang dilemahkan (attenuated vaccine).
4. Dapat mencapai keberhasilan tujuan vaksinasi ketika vaksinasi konvensional gagal.
5. Memungkinkan untuk diberikan bersama ajuvan molekular misalnya motif CpG.
6. Mengaktifkan baik sistem kekebalan humoral maupun seluler.
7. Memungkinkan vaksinasi multivalen yaitu dengan mencampur vaksin DNA untuk lebih dari satu jenis penyakit melalui vaksinasi yang dilakukan secara bersamaan.
8. Memberikan proteksi yang baik apabila diberikan pada stadia awal.
9. Proteksi dapat diinduksi dalam waktu singkat dan memberikan efek proteksi dalam jangka waktu lama.
10. Dapat memberikan proteksi baik dalam suhu rendah maupun tinggi.
11. Dapat memberikan proteksi pada heterologous strain pathogen.
12. Produk murni memiliki stabilitas yang tinggi.
13. Vaksin DNA KHV ini juga diisolasi dari isolate virus KHV local (dalam negeri) sehingga vaksin ini memiliki kehomologan antibodi dengan antigen yang cukup tinggi. Kehomologan ini merupakan syarat penting untuk mencapai keberhasilan vaksinasi.
MUDAH DITERAPKAN DALAM SISTEM USAHA
Aplikasi vaksin DNA KHV mudah diterapkan karena bentuknya sudah dikemas baik dalam bentuk sediaan bakteri (bentuk kering) yang bisa disimpan dalam refrigerator maupun plasmid (penyimpanan memerlukan suhu -20oC). Sedangkan aplikasinya bisa melalui 2 metode vaksinasi yaitu metode perendaman dan injeksi.
RAMAH LINGKUNGAN
Vaksin DNA KHV merupakan produk ramah lingkungan. Vaksin DNA KHV merupakan fragmen gen glikoprotein KHV yang tidak bersifat patogen dan menstimulasi respons kekebalan tubuh ikan mas dan ikan koi terhadap serangan KHV. Vaksin DNA berupa plasmid yang diinjeksikan ke ikan terbukti tidak mengalami integrasi dengan DNA genom (Kanellos et al. 1999). Selain itu vaksin DNA KHV juga tidak dapat diisolasi kembali dari ekskreta ikan yang telah diberi. Secara genetik vaksin DNA KHV tidak dapat bertahan di lingkungan, karena bentuknya sebagai plasmid DNA (naked DNA) akan mengalami lisis dalam tubuh ikan.
Dalam penelitian pencampuran vaksin DNA dalam bentuk plasmid dengan bakteri flora normal yang diisolasi dari lingkungan budidaya ikan mas di IPB, didapatkan hasil bahwa tidak terjadi up take vaksin DNA oleh bakteri flora normal (Julianingtyas et al., 2013). Penelitian yang dilakukan secara in vitro ini menjadi petunjuk bahwa tidak ada interaksi antara bakteri flora normal dalam lingkungan akuakultur dengan vaksin DNA dalam bentuk plasmid, dengan kata lain vaksin DNA anti-KHV ini aman bagi lingkungan akuakultur. Bakteri E. coli pembawa vaksin DNA KHV dimatikan sebelum diberikan ke ikan. Oleh karena itu, bakteri ini tidak akan bertahan lama dalam perairan sehingga tetap aman bagi biota air dan lingkungan perairan.
WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN, PENGKAJIAN, PENGEMBANGAN, PENERAPAN DAN WILAYAH/DAERAH YANG DIREKOMENDASIKAN
1. Waktu dan lokasi penelitian, pengkajian, pengembangan, penerapan dilakukan Kegiatan ini dilaksanakan dari tahun 2010-2013. Lokasi penelitian, pengkajian pengembangan dan penerapan vaksin dilakukan di Laboratorium Kesehatan ikan, Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi. Pengujian vaksin DNA KHV dilakukan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT), Jln. Selabintana no.37, Sukabumi, Jawa Barat.
2. Lokasi wilayah yang direkomendasikan untuk penerapan teknologi Lokasi wilayah untuk penerapan teknologi vaksin DNA KHV bisa dilakukan dimana saja.
KEMUNGKINAN DAMPAK NEGATIF
Vaksin DNA KHV tidak menimbulkan dampak negatif baik bagi ikan, lingkungan maupun manusia. Penggunaan vaksin DNA KHV tidak menimbulkan pencemaran lingkungan dan bahaya lainnya.
KELAYAKAN FINANSIAL DAN ANALISA BIAYA
Analisa biaya vaksin DNA glikoprotein KHV (DNA Gp-KHV) dalam bentuk sediaan pellet bakteri dan sediaan plasmid adalah sebagai berikut:
a. Analisa biaya vaksin DNA Gp-KHV bentuk sediaan pellet bakteri
Kalkulasi penggunaan bahan-bahan, jumlah serta biaya yang dibutuhkan untuk satu siklus produksi vaksin pada tabel 2:
Tabel 2. Biaya bahan yang digunakan untuk satu siklus produksi vaksin dengan volume kultur 2.000 ml.
Biaya pellet bakteri yang digunakan untuk bahan vaksin - Hasil Pellet 1 kali produksi sebanyak 24 gram; - Biaya pelet bakteri Rp. 158.000,- per 24 gram = Rp 6.583,- per gram - Keperluan pellet bakteri untuk pembuatan vaksin bentuk suspensi pellet bakteri (konsentrasi 108 CFU ) sebanyak 50 liter adalah 0,5 gram pellet bakteri; Biaya dalam rupiah = 0,5 gr x Rp 6.583,- = Rp. 3.291,-
Biaya per dosis vaksin sediaan bakteri - Volume suspensi perendaman vaksin 50 liter dengan kebutuhan pellet bakteri Gp-KHV 0,5 gram - Benih ikan yang direndam 5 ekor/liter (ukuran ikan 8-10 cm); 250 ekor dalam 50 liter rendaman suspensi bakteri - Biaya vaksin : Rp 3.291/250 = Rp 13,2 /ekor
Analisa biaya vaksin DNA Gp-KHV sediaan plasmid : (i) Biaya bahan : - Dibutuhkan 0,5 gram pellet bakteri untuk 1prep/tabung isolasi plasmid; biaya dalam rupiah (sesuai butir A) : 0,5 x Rp 6.583 = Rp 3.291,- (ii) Biaya prep/tabung isolasi plasmid & plasmid yang dihasilkan - Harga kit yang digunakan untuk isolasi plasmid 1 box (isi 20 prep) = Rp. 2.141.000,- - Biaya 1 prep (tabung isolasi plasmid) : Rp. 2.141.000/20 prep = Rp. 107.050,- - Vaksin plasmid yang dihasilkan dari 1 prep = 300 dosis (iii) Biaya vaksin bentuk plasmid : (i) + (ii) = Rp. 110.341,- (iv) Biaya vaksin bentuk plasmid per 1 dosis = Rp. 110.341/300= Rp. 368,-
b. Analisa biaya vaksin attenuated komersial. Berdasarkan hasil analisa biaya vaksin attenuated komersial yang telah beredar saat ini adalah Rp. 300/dosis/ekor.
c. Perbandingan biaya vaksin attenuated komersial dengan vaksin DNA Gp-KHV Berdasarkan penjelasan pada butir a, b dan c, pada Tabel 3 ditampilkan perbandingan biaya/dosis untuk vaksin attenuated komersial yang telah beredar dan vaksin DNA Gp-KHV. Tabel 3. Perbandingan biaya vaksin/dosis (Rp), antara vaksin attenuated komersial dengan vaksin DNA Gp-KHV
SUMBER:
Nuryati S., Alimuddin, Santika A., Ciptoroso, Mawardi M., dan Hanif S., 2014. Aplikasi Vaksin DNAGlycoprotein Untuk Pencegahan Koi Herpes Virus (KHV) pada Budidaya Ikan Koi dan Mas. Buku Rekomendasi Teknologi Kelautan dan Perikanan 2014. Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan – Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar