Kamis, 14 Februari 2019

KEUNGGULAN IKAN MAS (CYPRINUS CARPIO) MARWANA

Guna lebih memperkaya jenis dan varietas Ikan Mas (Cyprinus Carpio) yang beredar di masyarakat, telah dihasilkan Ikan Mas (Cyprinus Carpio) Marwana sebagai jenis ikan baru yang merupakan hasil seleksi berdasarkan marka molekuler yang dilakukan oleh Balai Pengembangan Budidaya Ikan Nila dan Mas, Wanayasa, Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Jawa Barat.
Dalam rangka memperkenalkan Ikan Mas (Cyprinus Carpio) Marwana sebagai komoditas unggul baru dalam perikanan budidaya guna menunjang peningkatan produksi Ikan Mas (Cyprinus Carpio) nasional, pendapatan, dan kesejahteraan pembudidaya ikan, perlu melepas Ikan Mas (Cyprinus Carpio) Marwana;. Telah diterbitkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan NOMOR 27/KEPMEN-KP/2016 tentang PELEPASAN IKAN KELABAU (OSTEOCHILUS MELANOPLEURUS) HASIL DOMESTIKASI.
Mobil bak terbuka memasuki halaman rumah Jejen Syamsudin. Peternak di Purwakarta, Provinsi Jawa Barat, itu segera menaikkan plastik berisi ikan nila berukuran 8—12 cm atau sangkal. Itu benih berumur 2,5 bulan atau 70 hari. Setiap kg terdiri atas 100 ekor. Jejen panen ikan nila 30 hari lebih cepat daripada jenis lain, yang memerlukan waktu hingga 100 hari. Artinya, Jejen memangkas biaya pakan.
Sudah begitu, harga jual bibit nila milik Jejen lebih tinggi daripada bibit nila lain. Jejen menjual Rp20.000 sedangkan harga nila lain hanya Rp12.000 per kilogram bibit. Hasil perniagaan 270 kg bibit menghasilkan Rp5,4-juta. Keruan saja ia mendapatkan untung lebih tinggi. Kesuksean itu karena Jejen menggunakan ikan nila nirwana III hasil pemuliaan Balai Pengembangan Budidaya Ikan Nila dan Mas (BPBINM) Wanayasa, Purwakarta, Jawa Barat.
Ras wanayasa
Pertumbuhan nila nirwana III untuk konsumsi juga lebih cepat, yakni hanya 3—4 bulan untuk mencapai bobot konsumsi 300—500 gram per ekor pada pemeliharaan di karamba jaring apung dan kolam air deras. Itu dengan ukuran benih 8—12 cm saat penebaran dan populasi 100—200 ekor per m². Bandingkan dengan lama budidaya nila lain yang mencapai 5—6 bulan untuk mencapai bobot sama, ukuran dan padat tebar yang sama. Dengan demikian peternak menghemat pakan.
Rasio konversi pakan atau feed converstion ratio nirwana III lebih efisen 29% dibandingkan dengan Nirwana II, pada saat uji banding atau komparasi. Artinya 1 kg pakan menghasilkan 0,29 kg daging. Nirwana hasil pemuliaan kegiatan selektif breeding dengan metode seleksi famili telah digunakan sebagai satu metode efektif untuk mendapatkan strain induk nila yang lebih unggul. Sebelumnya BPBINM merilis nirwana I pada 2006 dan nirwana II pada 2011. Adapun nirwana III jenis terbaru yang rilis pada 2016.
Menurut pemulia nirwana III, Dr Alimudin, pertumbuhan nila baru itu 30—32% lebih cepat daripada nirwana II. Ia menambahkan sumber genetik baru dari nila asal Kenya dan genomar asal Norwegia. “Tujuannya mempercepat pertumbuhan sehingga lebih cepat panen dan menghasilkan ikan berukuran lebih besar,” kata Alimudin yang juga dosen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor.
Teknisi pemuliaan BPBINM, Arief Maulana Syam AMd, mengatakan, ciri khas nirwana III berkepala relatif kecil dengan tubuh lebar ke atas. Itu membuat ukurannya sepintas lebih kecil. Padahal, daging di belakang kepala atau punggung lebih tebal sehingga persentase karkas lebih tinggi daripada nila lain. Uji kualitas daging membuktikan, nirwana III berkadar protein 85,72%, lemak 2,52%, bahan ekstrak tanpa nitrogen 6,67%, dan abu 5,09%. Citarasa daging sangat gurih
Pengukuran morfometrik pada saat uji fenotop menunjukkan nirwana jantan berukuran 22,18 cm, tinggi 8,95, dan tebal 3,37 cm. Ikan betina berwarna abu-abu berukuran 19,62 cm, tinggi 8,12 cm, dan tebal 3,40 cm. Nirwana mampu hidup pada air bersalinitas 5—20 ppm, suhu 20—32°C, pH 5,1—8,3, oksigen terlarut (DO) 3,2—6,7, dan kadar amonia kurang dari 0,01 mg per liter air. Sebelum rilis, para pemulia menguji coba di 3 ekosistem berbeda, yaitu kolam arus deras, kolam air tenang, dan kolam jaring apung. Di ketiga tempat itu nirwana III tumbuh baik, meski ada perbedaan hasil.

Itu berkaitan dengan perbedaan oksigen terlarut, arus air, dan pakan tambahan yang berkembang di kolam budidaya. Meski demikian, Alimudin mengakui bahwa nirwana III cenderung rentan penyakit. Musababnya, gen yang berhubungan dengan kekebalan terkait dan berbanding terbalik dengan kecepatan pertumbuhan. Artinya, pertumbuhan cepat mengorbankan ketahanan terhadap penyakit.
Nila Oreochromis niloticus baru itu rentan serangan cendawan Streptococcus agalactiaepenyebab penyakit streptokokusis. Serangan cendawan itu menyebabkan kematian hingga 60%. Namun, peternak bisa mengantisipasi dengan vaksinasi, perbaikan kualitas air, dan disinfeksi sarana budidaya sebelum pemeliharaan. Selain nila baru, BPBINM Wanayasa juga meluncurkan jenis ikan mas baru, yakni marwana—akronim dari ikan mas ras wanayasa.
Ikan mas baru
Keunggulan marwana antara lain cepat tumbuh, lebih bongsor dengan proporsi tubuh lebih panjang dan lebih tinggi, dan tahan penyakit koi herpes virus serta aeromonas. Kelebihan itu warisan beberapa ras unggulan yang menjadi indukan seperti ikan mas rajadanu, wildan, kuningan (sutisna), dan majalaya. Pada ikan mas gen pertumbuhan dan ketahanan terhadap penyakit tidak berlawanan. Pemulia dapat merancang ikan cepat tumbuh dan tahan penyakit.

Lazimnya ikan mas mencapai ukuran panen berbobot 200 gram pada 6 bulan. Sementara marwana mencapai ukuran sama pada umur 4 bulan. Pengukuran morfometrik pada saat uji fenotip menunjukkan panjang standar marwana 21,5—33 cm dengan rasio baku panjang standar per tinggi tubuh 2,30—2,41. Ketahanan terhadap penyakit KHV mencapai 0,42—97,78% kali lebih tinggi daripada ikan mas biasa. Sementara ketahanan terhadap bakteri Aeromonas hydrophila mencapai 50% atau 2,75 kali ikan mas biasa.
Pertumbuhan Cyprinus carpio yang cepat itu menjadikan peternak tidak memerlukan obat pemacu. Dalam satu siklus budidaya, pembudidaya di karamba jaring apung atau air deras, dalam 1 wadah pemeliharaan Rp300.000—500.000. Secara ekonomis, marwana memiliki umur panen yang lebih pendek sehingga konversi pakan yang lebih rendah. Rasio konversi pakan atau feed converstion ratio lebih efisien 29,16% dibandingkan dengan ikan mas lokal. Artinya 1 kg pakan dapat menghasilkan 0,29 kg daging. Soal rasa, “Daging marwana lebih gurih,” kata Arief.
SUMBER:
http://jdih.kkp.go.id/
http://www.trubus-online.co.id/bongsor-dan-hemat-pakan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar