Senin, 01 Oktober 2018

Teknologi Produksi Massal Larva Ikan Patin Pasupati

DESKRIPSI TEKNOLOGI
Tujuan dan Manfaat Penerapan Teknologi
Permintaan pasar ekspor ikan patin daging putih semakin meningkat dan perlu segera dimanfaatkan untuk meningkatkan devisa negara dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Sebuah terobosan teknologi telah dilakukan oleh Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar (sekarang Balai Penelitian Pemuliaan Ikan) dengan menghasilkan patin hibrida yang diberi nama patin “Pasupati (Patin Super Harapan Pertiwi)”. Patin Pasupati merupakan persilangan antara betina patin siam (Pangasianodon hypophthalmus) dengan jantan patin jambal (Pangasius djambal) hasil seleksi.
Kehadiran ikan patin Pasupati merupakan jawaban untuk memenuhi permintaan benih ikan patin daging putih yang saat ini sangat dinantikan oleh para pembudidaya. Peluang ekspor patin daging putih kini telah terbuka yang berdampak membuka lapangan kerja baru. Dengan adanya kegiatan ekspor ikan patin daging putih ini selain menghasilkan produk utama berupa filet, juga akan menghasilkan produk samping berupa kepala ikan, sebagai bahan soup di restoran, minyak ikan, tepung tulang ikan dan kulitnya dapat digunakan bahan baku colagen sebagai obat kulit terbakar. Selama ini permintaan ekspor ikan patin daging putih terus meningkat. Peningkatan ekspor ini bermanfaat untuk meningkatkan devisa negara dan peningkatan kesejahteraan pembudidaya.
Tujuan dari penerapan teknologi adalah penyediaan larva ikan patin pasupati yang terjamin secara kualitas, kuantitas dan kontinuitas untuk mendukung peningkatan produksi ikan patin skala industri. Diharapkan dari peningkatan produksi ini dapat memberikan manfaat terhadap peningkatan nilai tambah dan kesejahteraan bagi masyarakat sekitarnya.
PENGERTIAN/DEFINISI Pasupati : Patin Super Harapan Pertiwi Hibridisasi : Suatu perkawinan silang antara berbagai jenis spesies ikan untuk menghasilkan jenis ikan unggul sebagai benih sebar baik kualitas maupun Kanulasi kuantitas : Cara sampling telur dalam gonad dengan pipa plastik halus bergaris tengah 1,2 mm (kateter) Papilla : Lubang kelamin berbentuk tonjolan kecil di bagian perut ikan sebagai tempat pengeluaran telur atau sperma. OSI : Ovi Somatic Index/ indeks yang menunjukkan perbandingan antara bobot telur yang di ovulasikan dengan bobot tubuh induk betina. Fekunditas : Jumlah telur yang diovulasikan per satuan bobot tubuh induk. HCG : Human Chorionic Gonadotropin/ hormon sejenis Glikoprotein yang dihasilkan oleh plasenta ibu hamil digunakan untuk memacu ovulasi
RINCIAN DAN APLIKASI TEKNIS
Pemeliharaan dan Seleksi Induk
Larva patin pasupati dihasilkan melalui teknologi hibridisasi antara Induk Betina Patin Siam dan Induk Jantan Patin Jambal. Pengelolaan atau manajemen induk sangat diperlukan untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas dalam usaha pembenihan serta menghasilkan benih yang berkualitas baik. Larva yang sehat diperoleh dari induk yang dipelihara secara baik, yakni mendapat pakan yang bermutu dan memenuhi syarat sebagai pakan induk dan dipelihara dalam wadah dengan kualitas air yang baik.
Induk yang digunakan adalah induk jantan patin jambal dan induk betina patin siam. Induk betina patin siam dapat dipijahkan setelah berumur minimal 2,5 tahun dengan bobot 2,5 – 3 kg/ekor. Sedangkan induk jantan patin jambal dapat dipijahkan setelah berumur minimal 2 tahun dengan bobot 2,0 – 2,5 kg/ekor.
Kisaran kualitas air yang disarankan adalah; pH air 6,5 – 8,5, suhu air 28 – 31 C, oksigen terlarut o di atas 3 mg/l, amoniak kurang dari 0,1 mg/l, nitrit kurang dari 1 mg/l. Ikan patin tidak menghendaki air yang terlalu jernih, tingkat kecerahan yang ideal sekitar 30 cm. Beberapa wadah pemeliharaan induk yang dapat digunakan antara lain:
a. Kolam (air tenang) dengan kontruksi tanah atau tembok, luas kolam 50 -200 m ,2 kedalaman air 1,2 m, disarankan adanya pergantian air sebanyak 10%/hari. Kawasan harus bebas banjir dan bebas dari pencemaran. Padat tebar 2 ekor/m untuk patin 2 siam dan 0,5 ekor/m untuk patin jambal.2
b. Konstruksi karamba, bahan yang digunakan dapat dari kayu, bambu atau besi. Ukuran minimal 3 m x 2m x 1,5 m. Padat tebar 3 ekor/m untuk patin siam dan 1 ekor/m untuk3 3 patin jambal
c. Karamba jaring apung, konstruksi terbuat dari kerangka bambu, kayu atau besi. Ukuranminimal 4m x 4m x 4m, jaring terbuat dari polyethylene, PE 210 D9 sampai D18, ukuran mata jaring minimal 1 inch. Padat tebar 3 ekor/m untuk patin siam dan 13 ekor/m untuk patin jambal.2 Induk ikan patin perlu mendapatkan asupan pakan dengan jumlah yang cukup serta mutu yang baik. Pakan untuk induk ikan patin sebaiknya memiliki kadar protein kasar 36 – 38 % dan diberikan sebanyak 1 % dari biomassa/hari dengan frekuensi pemberian 2 kali/hari. Namun jika di sekitar kawasan budidaya tidak tersedia pakan induk dengan kadar protein kasar 36 – 38 %, induk ikan patin dapat diberi pakan dengan kadar protein kasar minimal 28 % sebanyak 2% dari bobot biomas/hari dengan frekuensi pemberian 2 kali/hari.
Keberhasilan pemijahan induk ditentukan oleh kejelian pemilihan induk yang matang gonad. Ciriciri induk betina ikan patin yang matang gonad ditunjukkan dengan organ papila membengkak dan berwarna merah. Selain itu, ditunjukkan dengan perut membengkak ke arah belakang (ke arah genital). Untuk mengetahui tingkat kematangan gonad induk betina secara akurat dapat dilakukan melalui pemeriksaan oosit (sel telur) dengan cara mengambil sampel telur dengan alat kanulasi (Kateter) Kanulasi dilakukan dengan memasukan alat kanulasi ke dalam ovari melalui lubang papila sedalam 8 – 10 cm. Agar mendapatkan sampel telur dari semua bagian ovari secara merata, batang penyedot yang ada dibagian tengah kateter ditarik keluar bersamaan dengan menarik kateter dari ovari. Induk ikan patin siam yang siap dipijahkan memiliki ukuran sel telur yang seragam dengan diameter ≥1 mm (sedangkan untuk patin jambal berdiameter ≥1,6 mm) dan berwarna kuning gading serta mudah dipisahkan, tidak menempel satu sama lain.
Sedangkan untuk mengetahui induk patin jantan yang matang gonad relatif mudah. Ciri induk jantan yang matang gonad adalah papila menonjol berwarna merah, bila dipijit keluar cairan putih kental (sperma). Induk yang terseleksi dan siap dipijahkan dipelihara di dalam wadah yang sempit sehingga induk mudah untuk ditangkap dan mendapatkan kualitas air yang baik yakni oksigen yang cukup (≥3 ppm) serta suhu air relatif tinggi (≥28° C).
Pemijahan
Induk patin siam dan patin jambal yang dipelihara dalam wadah budidaya tidak dapat memijah secara alami, sehingga pemijahannya dilakukan secara buatan melalui rangsangan hormonal. Hormon yang digunakan adalah ekstrak kelenjar hipofisa, Gonadotropin, dan Ovaprim (campuran LHRH-a dan domperidon). Penggunaan kelenjar hipofisa sudah jarang dilakukan karena kurang praktis. Hormon yang umum digunakan adalah ovaprim (campuran LHRH dan domperidon) dan HCG (Human Chorionic Gonadotropin).
Dosis penyuntikan yang biasa digunakan adalah sebagai berikut:
1. Penyuntikan dengan Ovaprim Penyuntikan pertama sebanyak 0,3 ml/kg induk dan penyuntikan kedua sebanyak 0,6 ml/kg induk dengan selang waktu 12 jam
2. Penyuntikan dengan HCG dan Ovaprim Penyuntikan pertama dengan HCG sebanyak 500 IU/kg induk dan penyuntikan kedua dengan Ovaprim sebanyak 0,6 ml/kg induk Selang waktu dari penyuntikan kedua sampai ovulasi (waktu laten/latency time pada patin siam) berkisar 10 - 12 jam pada kondisi suhu air 28°C. Meskipun telah dilakukan rangsangan ovulasi induk ikan patin siam maupun patin jambal di dalam wadah budidaya tidak bisa memijah secara alami. Proses pembuahan (bercampurnya telur dan sperma) harus dilakukan secara buatan (artificial). Pembuahan yang biasa dilakukan ada dua sistem:
Pembuahan Sistem Kering
Dalam sistem kering ini telur yang telah dikeluarkan dan ditampung dalam baskom dicampur dengan s p e r m a y a n g b a r u , langsung dikeluarkan dari
Gambar 1. Proses pengeluaran sperma ikan patin jambal (kiri), Proses induk jantan kemudian pengeluaran telur ikan patin siam (kanan) dicampur dengan bulu ayam secara merata.
Kemudian untuk aktivasi ditambahkan air yang kaya oksigen sambil diaduk-aduk dengan bulu ayam. Selanjutnya dibilas dan diberi larutan tanah untuk menghilangkan daya rekat telur (Memisahkan telur yang biasanya melekat satu sama lain), kemudian dibilas lagi dengan air segar beberapa kali, kemudian ditetaskan.
Pembuahan Sistem basah
Pada sistem basah ini, sperma induk jantan terlebih dahulu dikeluarkan dan ditampung dalam wadah tabung atau gelas dan diencerkan dengan larutan NaCl fisiologis (larutan infus NaCl). Larutan tersebut selain berfungsi sebagai pengencer juga berfungsi sebagai pengawet. Spermatozoa dapat tahan hidup dalam larutan tersebut selama 12 – 24 jam pada suhu 5 – 0°C.
Penetasan telur dilakukan pada corong penetasan. Telur dimasukan ke dalam corong penetasan yang dialiri air pada bagian dasar corong sehingga telur bergerak/ berputar secara pelan. Larva yang telah menetas dan sehat akan berenang ke atas mengikuti saluran pembuangan dan ditampung dalam hapa, sedangkan telur yang tidak menetas serta larva yang abnormal akan tetap berada di dasar corong. Resiko keracunan relatif rendah, karena kualitas air dapat mudah diperbaiki dengan menambahkan air segar. Suhu air optimal untuk proses penetasan telur adalah 28 - 31 C dan akan menetas setelah 16 – 22 jam.o
Larva yang tertampung dalam hapa harus segera dipanen agar tidak keracunan akibat pembusukan sisa-sisa telur yang tidak menetas. Larva dipanen dengan menggunakan serokan halus, kemudian dipindahkan ke dalam wadah bulat yang berisi air yang telah diaerasi agar mendapatkan oksigen yang cukup. Penghitungan maupun pengepakan larva sebaiknya dilakukan sebelum larva berumur 5 jam. Karena pada kondisi tersebut larva belum aktif mengejar sinar sehingga terdistribusi secara merata pada semua badan air.
Gambar 2. Fertilisasi telur pembentuk patin pasupati (kiri), Fasilitas corong penetasan telur (kanan)
Penghitungan larva pada umumnya dilakukan secara volumetri.
Pengangkutan larva dilakukan secara tertutup menggunakan kantong plastik dengan penambahan oksigen. Pengangkutan sebaiknya dilakukan pada suhu dingin. Kepadatan larva dalam setiap kantong plastik harus mempertimbangkan lama waktu transportasi. Perbandingan volume antara air dan gas oksigen adalah 1 : 2.
Kepadatan larva maksimum dalam setiap kantong plastik tertera pada Tabel berikut:
Tabel 1. Kepadatan larva dan waktu tempuh dalam transportasi tertutup Pengangkutan lebih dari 12 jam dapat dilakukan dengan syarat dilakukan penggantian oksigen.
TARGET PRODUKSI T
arget produksi dari kegiatan pemijahan dalam setiap siklus produksi sebanyak 1.000.000 ekor, dimana dalam 1 tahun sebanyak 8.000.000 ekor ( 8 siklus pemijahan).
Kaji Terap
Kegiatan kaji terap teknologi produksi larva ikan patin pasupati sudah dilakukan melalui kegiatan diseminasi/iptekmas yang berlokasi di UPPU Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Palembang pada tahun 2012 dan kegiatan Iptekmas yang berlokasi di BBI Tanjung Putus Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Ogan Ilir pada tahun 2013 dengan hasil sebagai berikut:
Tabel 2. Keragaan reproduksi pada produksi benih ikan patin pasupati
KEUNGGULAN TEKNOLOGI
Dari teknologi hybrid ini dihasilkan benih sebar Ikan patin pasupati yang bertumbuh cepat dan berdaging putih. Bila membudidayakan patin siam, fekunditas cukup tinggi namun dagingnya berwarna kining, sedangkan patin jambal fekunditas rendah dan beraging putih. Dengan persilangan (hybrid) dihasilkan benih sebar berdaging putih dan bertumbuh lebih cepat. Daging putih sangat diminati oleh konsumen dibandingkan daging berwarna kuning atau pink.
WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN/ DAERAH YANG DIREKOMENDASIKAN
Wilayah pengembangan usaha dalam rangka penerapan teknologi produksi larva ikan patin pasupati adalah lokasi yang dekat dengan sentra pengembangan budidaya Patin dan memiliki parameter kualitas air yang optimal untuk pemeliharaan adalah: suhu 28 -30 C, kandungan o oksigen terlarut 5 – 7 ppm, pH 6,5 – 8,5, amoniak (NH3) <0,2 mg/l dan nitrit (NO2) <0,01mg/l.
Wilayah pengembangan/penerapan teknologi yang diusulkan antara lain : Sumatera Selatan (Palembang, Ogan Ilir, Banyu Asin), Jawa Timur (Tulung Agung), Kalimantan Selatan (Banjar Baru). Sangat diharapkan dalam pengembangan industri ikan patin harus terintegrasi, dan suply chainnya semua tersedia (benih, pakan, obat-obatan, pengolahan) sehingga nir limbah (Zero waste).
KEMUNGKINAN DAMPAK NEGATIF
Tidak ada dampak negatif dari usaha perbenihan, limbah yang dihasilkan relatif sangat kecil dan dapat diatasi dengan memanfaatkan air limbah sebagai pupuk untuk menyiram tanaman sayuran yang ditanam diatas di atas galengan kolam.
KELAYAKAN FINANSIAL
Berikut dilampirkan analisa usaha yang terkait kegiatan produksi benih ikan patin pasupati: Target produksi 8.000.000 ekor pertahun
Sumber:
Utami R., dkk. 2013. Teknologi Produksi Massal Larva Ikan Patin Pasupati. Buku Rekomendasi Teknologi Kelautan dan Perikanan 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar