DESKRIPSI TEKNOLOGI
Tujuan dan Manfaat Penerapan Teknologi
Ikan patin siam (Pangasianodon hypophthalmus) adalah ikan ekonomis penting di perairan tawar yang dapat dijadikan komoditas pangan baik untuk keperluan domestik maupun ekspor. Pulau Jawa memiliki perairan waduk sekitar 90 persen dari luas total waduk di Indonesia. Populasi ikan asli di perairan waduk yang berasal dari sungai yang dibendungnya pada umumnya akan mengalami penurunan pada beberapa tahun setelah waduk terbentuk karena ikan asli sungai di habitat mengalir tidak dapat beradaptasi dengan habitat baru yang berupa perairan tergenang (waduk). Salah satu jenis ikan asli yang hilang dari Waduk Gajahmungkur adalah ikan patin jambal (Pangasius djambal) karena jalur ruaya ikan ini ke habitat pemijahannya terputus oleh pembendungan sungai Bengawan Solo. Oleh karena itu, peningkatan produksi ikan di waduk dapat dilakukan melalui penerapan teknologi Culture Based Fisheries (CBF) yang tepat. Tujuan penerapan teknologi CBF ikan patin siam ini adalah untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi ikan di suatu badan air dengan cara memanfaatkan sumber daya makanan alami dan habitat (niche ecology) yang masih kosong. Peningkatan kualitas dan kuantitas produksi ikan ini akan bermanfaat dalam rangka meningkatkan p e n d a p a t a n d a n kesejahteraan masyarakat nelayan dan masyarakat selingkar di badan air
Gambar 1. Ikan Patin Siam tersebut.
Pengertian - Definisi Culture Based Fisheries (CBF) atau Perikanan Tangkap Berbasis Budidaya adalah kegiatan perikanan tangkap dimana ikan hasil tangkapan berasal dari benih ikan hasil budidaya yang ditebarkan ke dalam badan air, dan benih ikan yang ditebarkan akan tumbuh dengan memanfaatkan makanan alami yang tersedia. Penebaran benih ikan umumnya dilakukan secara rutin karena ikan hanya tumbuh dan tidak diharapkan berkembang biak. Oleh karena itu, ketersediaan benih ikan patin siam dari hasil pembenihan merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam pengembangan CBF. CBF ikan patin siam di Waduk Gajahmungkur mempunyai karakteristik tersendiri karena ikan patin yang ditebarkan selain tumbuh pesat dengan memanfaatkan makanan alami juga dapat berkembang biak di muara Sungai Keduwang dan Tirtomoyo yang masuk waduk karena menggantikan peran ikan patin jambal yang hilang.
RINCIAN DAN APLIKASI TEKNIS
Persaratan Teknis Penerapan Teknologi CBF
(1) Badan air yang akan digunakan untuk penerapan CBF ikan patin siam harus memiliki: kualitas air yang baik untuk kehidupan ikan patin; sumber daya makanan alami yang berupa plankton, benthos, detritus; potensi produksi ikan yang tinggi (minimal 200 kg/ha/th); volume air tersedia sepanjang tahun, kedalaman air ratarata minimal 2 meter.
(2) Benih ikan patin siam yang akan ditebarkan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: kualitas dan kuantitasnya memadai (karena ada pembenih yang menghasilkan benih patin dengan pertumbuhan lambat, jumlahnya tersedia untuk penebaran dengan kepadatan antara 100-200 ekor/ha tergantung pada sumberdaya makanan alami yang tersedia); dapat memanfaatkan sumber daya makanan alami yang tersedia; dan tidak bersifat invasif (tidak berdampak negatif) terhadap jenis ikan asli.
(3) Pembenihan ikan patin siam tersedia dengan jarak tempuh yang relatif dekat dengan badan air yang akan ditebari dan telah berproduksi secara reguler serta menghasilkan benih dengan kualitas baik bebas dari hama dan penyakit. Jika pembenihan ikan patin belum tersedia maka perlu dibangun di sekitar lokasi badan air yang akan ditebari.
(4) Hasil tangkapan ikan di badan air yang akan ditebari masih rendah jauh di bawah potensi produksi ikan lestarinya; alat tangkap yang digunakan (gill net) untuk menangkap ikan patin ukuran konsumsi (>500 gram) berukuran mata jaring > 3,5 inci.
(5) Kelompok nelayan sebagai unsur pengelola perikanan utama sudah ada atau mudah dibentuk; berperan aktif dalam kegiatan pengelolaan perikanan.
Uraian lengkap dan rinci SOP
Tahapan yang harus dilakukan dalam penerapan teknologi CBF ikan Patin siam adalah sebagai berikut:
(1) Identifikasi potensi kesesuaian badan air untuk perkembangan ikan patin yang meliputi: luasan dan volume air serta kedalaman air; kualitas air; jenis dan kelimpahan sumber daya makanan alami; komposisi jenis ikan asli; estimasi potensi produksi ikan.
(2) Identifikasi Pembenihan Ikan Patin Siam yang meliputi: jumlah dan kualitas benih yang dihasilkan; waktu produksi; jarak tempuh ke badan air yang akan ditebari; dan sarana pendukung lainnya, seperti: alat dan cara pengemasan benih serta alat transportasinya. Jika pembenihan ikan patin siam belum tersedia dan jarak tempuh ke lokasi badan aiar yang akan ditebari sangat jauh maka perlu dibangun pembenihan ikan patin di sekitar lokasi badan air tersebut.
(3) Identifikasi kegiatan perikanan yang meliputi: jumlah nelayan; jenis dan jumlah alat tangkap, jenis, komposisi dan jumlah hasil tangkapan ikan.
(4) Identifikasi biaya yang diperlukan untuk kegiatan penebaran ikan patin dan peluang keberhasilannya.
(5) Identifikasi kelembagaan di mayarakat sekitar badan air: jumlah atau ketersediaan kelompok nelayan; kelompok pengawas; kelompok usaha perikanan lainnya. Jika kelompok belum terbentuk perlu diidentifikasi peluang keberhasilan pembentukkannya.
(6) Perencanaan pengembangan pengelolaan perikanan secara bersama (komanajemen). Pemerintah cq Dinas Perikanan setempat berperan sebagai fasilitator dan regulator sedangkan kelompok nelayan berperan sebagai pelaksana pengelolaan perikanan di badan air yang bersangkutan.
(7) Monitoring dan evaluasi. Kegiatan monitoring dilakukan pada perencanaan, selama dan setelah penerapan teknologi CBF ikan patin, dan dari hasil monitoring dilakukan evaluasi untuk mengkaji keberhasilan ataupun kegagalan penerapan teknologinya. Monitoring hasil tangkapan dilakukan oleh kelompok nelayan sedangkan evaluasinya dilakukan bersama antara pemerintah dengan kelompok pengelola perikanan, khususnya kelompok nelayan.
KEUNGGULAN TEKNOLOGI
Teknologi CBF ikan patin siam adalah teknologi yang baru diterapkan di beberapa perairan waduk (Waduk Ir. H. Djuanda di Jawa Barat, Waduk Gajahmungkur dan Malahayu di Jawa Tengah) di Pulau Jawa dengan benar, berdasarkan pada hasil kajian ilmiah yang memadai sejak tahun 1999. Pada prinsipnya penerapan CBF di waduk tersebut didasarkan pada hasil penelitian mengenai
Gambar 2. Penebaran Benih Ikan Patin Siam bio-ekologi sumberdaya ikan yang meliputi relung makanan, kondisi habitat/lingkungan, kesuburan perairan dan trophik level sumberdaya ikan serta aspek perikanan.
Dari hasil penelitian ini akan dihasilkan jenis ikan yang sesuai dan jumlah benih optimum yang harus ditebar serta ikan tersebut tidak akan berdampak negatif terhadap jenis ikan asli. Jenis ikan yang sesuai untuk diintroduksikan adalah ikan patin siam (Pangasianodon hypophthalmus). Teknologi ini jika diterapkan di badan air lain perlu dimodifikasi terlebih dahulu disesuaikan dengan persyaratan teknis yang telah diuraikan pada bab terdahulu. Kegiatan penebaran benih ikan di perairan waduk Indonesia telah lama dilakukan, pada umumnya sama tuanya dengan selesainya pembangunan waduk tersebut. Namun hasil yang diperoleh dari kegiatan tersebut umumnya masih sangat minim. Penerapan teknologi CBF ikan patin siam merupakan teknologi yang unggul dengan alasan sebagai berikut: (1) sangat efisien, karena ikan patin tumbuh hanya dengan memanfaatkan makanan alami yang tersedia dan sisa pakan yang terbuang dari budidaya ikan dalam KJA; (2) ekonomis: karena pendapatan nelayan meningkat dengan harga jual ikan patin lebih tinggi jika dibandingkan dengan jenis ikan lainnya; mudah dipasarkan karena pembeli (pedagang pengecer) datang sendiri ke tempat pelelangan ikan; dan ikan patin menjadi komoditas unggulan masyarakat nelayan setempat; (3) layak: teknologi CBF layak untuk dikembangkan di perairan waduk dengan karakteristik yang sejenis.
Mudah diterapkan dalam sistem usaha kelautan dan perikanan Teknologi CBF sangat mudah diterapkan oleh masyarakat yang tinggal di sekitar waduk (badan air) karena sangat sederhana dan praktis. Masyarakat nelayan sebagai ujung tombak pelaksana pengelolaan cukup diarahkan untuk memahami persyaratan teknis pengembangan CBF dan bagaimana melakukan pengelolaan dan monitoring serta evaluasinya. Keberlanjutan pengelolaan sumber daya ikan akan berhasil jika masyarakat nelayan sudah membentuk kelompok sehingga semua peraturan yang dibuat dapat dipatuhi dan dilaksanakan.
Ramah lingkungan
Teknologi CBF sangat ramah lingkungan karena ikan yang ditebarkan hanya tumbuh dengan memanfaatkan kesuburan perairan, tidak ada makanan tambahan dari luar yang berpotensi menyuburkan perairan, ikan patin tidak bersifat invasif terhadap ikan asli. Ikan patin juga ikut beriur dalam memanfaatkan sisa makanan dari budidaya KJA yang jika tidak dimakan ikan patin berpotensi terhadap penurunan kualitas air waduk.
Gambar 3. Tagging Benih Ikan Patin Siam
Gambar 4. Pertumbuhan Ikan Patin Siam
Gambar 5. Jenis makanan Ikan Patin Siam
Gambar 6. Penjualan Hasil Tangkapan Patin Siam
Gambar 7. Produksi Tangkapan Ikan Patin Siam W A K T U D A N L O K A S I PENELITIAN, DAERAH YANG DIREKOMENDASIKAN
Penelitian terhadap CBF ikan patin siam telah dilaksanakan di Waduk Ir. H. Djuanda (2000 – 2002), Gajah Mungkur (1999 – 2003) dan Malahayu (2009 – 2010). Pada ketiga waduk tersebut ikan patin siam yang ditebar menunjukkan pertumbuhan yang positif serta memberikan peningkatan pendapatan mata pencaharian nelayan waduk. Keberhasilan lebih CBF ikan patin siam terjadi di Waduk Gajah Mungkur, dimana patin siam tersebut dapat memijah dengan baik.
Pada tahun 2010 dilaksanakan IPTEKMAS CBF ikan patin siam di Waduk Gajah Mungkur dan Malahayu d e n g a n t u j u a n m e m b e r i k a n pendampingan sekaligus diseminasi IPTEK pengelolaan dan konservasi sumberdaya ikan, serta penguatan kapasitas kelembagaan. perairan waduk terutama di Pulau Jawa dan perairan embung (waduk kecil) yang banyak tersebar di Nusa Tenggara dan Sulawesi yang jumlahnya mencapai lebih dari 800 buah dan sampai saat ini merupakan lahan sub optimal yang belum dimanfaatkan untuk perikanan. Teknologi CBF ini tidak direkomendasikan diterapkan di perairan danau atau waduk yang mempunyai keanekaragaman jenis ikan asli yang tinggi dan terdapat jenis ikan endemik dan atau ikan langka yang perlu dilindungi.
KEMUNGKINAN DAMPAK NEGATIF
Penerapan teknologi CBF ikan patin siam dapat berdampak negatif terhadap penurunan keanekaragaman ikan asli jika ikan yang ditebarkan berkompetisi dengan ikan asli. Apalagi jika di Pada prinsipnya, penerapan teknologi CBF dapat dilakukan di perairan waduk dan danau di Indonesia. Namun demikian, agar resiko dampak negatif dari ikan yang ditebarkan terhadap jenis ikan asli tidak terjadi, maka p e n e r a p a n t e k n o l o g i C B F direkomendasikan untuk dilakukan di
Gambar 8 Peta Zonasi Perikanan di W. Gajahmungkur
Gambar 9 Suaka Induk Patin Siam di Kawasan KJA
TINGKAT KOMPONEN DALAM NEGERI badan air yang bersangkutan terdapat jenis ikan endemik atau jenis ikan langka yang perlu dilindungi dan dilestarikan.
KELAYAKAN FI NAN S IAL DAN ANALISA USAHA
Contoh kelayakan financial dan analisis usaha CBF ikan patin siam di Waduk Gajahmungkur adalah sebagai berikut. Jumlah benih ikan patin siam yang ditebarkan sejak tahun 1999-2002 adalah 30.000 ekor. Harga benih pada saat itu adalah 200 rupiah per ekor, sehingga total biaya yang diperlukan untuk pengadaan benih hanya 6.000.000 rupiah. Ikan patin tumbuh dengan memanfaatkan makanan alami (plankton, detritus, moluska) berkisar antara 8,7-13,1 gram per hari. Pada tahun 2004, hasil tangkapan ikan patin siam mencapai 112.215 kg atau setara dengan 785,5 juta rupiah. Hasil tangkapan ikan patin siam terus meningkat dan pada tahun 2009 mencapai 191.210 kg atau senilai 2,1 milyar rupiah (harga rata-rata patin 11.000 rupiah/kg) dimana hasil tangkapan patin menempati urutan ke dua dari total hasil tangkapan ikan di perairan waduk tersebut.
Ikan patin siam yang digunakan dalam penerapan teknologi ini semula didatangkan dari Thailand pada tahun 1972 sebagai kandidat komoditas budidaya. Dewasa ini, pembenihan ikan patin siam di Indonesia sudah berkembang baik sehingga benihnya mudah didapat dan benih patin siam yang digunakan pada waktu penebaran di Waduk Gajahmungkur, Ir. H. Djuanda dan Malahayu merupakan hasil pembenihan masyarakat di Sukamandi. Oleh karena itu, seluruh komponen yang digunakan dalam penerapan teknologi CBF ini adalah komponen dalam negeri.
Sumber:
Kartamihardja E. S., dkk. 2013. Culture Based Fisheries (CBF) Ikan Patin Siam (Pangasianodon hypophthalmus). Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar