Rabu, 26 September 2018

Perakitan Alat Radiasi UV untuk Menekan Bakteri Pathogen dalam Perikanan Budidaya

DESKRIPSI TEKNOLOGI
Tujuan Penerapan Teknologi
Untuk menciptakan Alat Radiasi Ultraviolet (UV) sederhana untuk menekan populasi bakteri pathogen dalam air pemeliharaan ikan baik dalam perbenihan maupun pembesaran ikan indoor . Manfaat kegiatan untuk menyediakan alat radiator ultraviolet sederhana, efisien dan dapat diterapkan dengan mudah oleh masyarakat perbenihan dan pembudidaya ikan baik skala besar maupun kecil.
Pengertian
Gambar 1. Penyaring dengan ultraviolet perdana hasil rakitan sederhana versi baru berukuran 8”.
Filter : Proses penyaringan air sehingga air lebih baik bersih dari partikel/kotoran dari dibandingkan dengan air sebelum difilter. Sinar ultraviolet (UV) : Sinar radiasi yang berada pada kisaran panjang gelombang antara 40 – 400 nm Patogen : agen biologi yang penyebabkan munculnya penyakit atau infeksi penyakit. Bakteri patogen : bersifat saprifit dan menyerang ikan ketika ikan dalam kondisi yang tidak fit atau seimbang serta defisiensi nutrisi.
RINCIAN DAN APLIKASI TEKNIS
Persyaratan Teknis Penerapan Teknologi Air yang akan diradiasi dengan ultraviolet harus bersih dari partikel, dengan pengendapan dan penyaringan terlebih dahulu:
Efektifitas radiasi Ultraviolet akan lebih baik apabila air yang diradiasi bebas kotoran/ partikel
Lampu UV tidak cepat buram cahayanya karena lampunya cepat kotor.
Cara penerapan teknologi
Pada tahap awal dilakukan uji coba dengan membuat radiator dengan lampu UV three in one, dimana dalam 1 tabung yang berukuran 8” dipasang 3 buah lampu UV. Langkah – langkah yang dilakukan dalam pembuatan radiator-UV hasil rakitan sederhana adalah :
1. Membuat piringan dari pipa paralon dengan Ø 8”, lalu membuat lubang tempatpemasangan lampu UV, dimana pada masing piringan dibuat sebanyak 3 lubang.
2. Membuat cincin dengan Ø 8” dengan ketebalan ± 1,5 cm.
3. Setelah itu dilakukan pemasangan piringan dan cincin pada Tee Ø 8” dan dilakukanpemasangan sambungan sohk drak (watermur) pada masing –masing lubang.
4. Setelah itu dilakukan pengeleman pada watermur dengan ketingian lem ± 1 cm,kemudian Tee Ø 8” yang dilem didiamkan selam ± 24 jam dimana untuk 1 tabung penyaring dengan ultraviolet membutuhkan 2 Tee Ø 8” yang dilem untuk dipasang pada sisi kiri dan kanan lampu.
5. Setelah itu dilakukan penyambungan Tee kiri dengan tee kanan dengan menambahkanpipa paralon Ø 8” ± 60 cm.
6. Lalu lampu dipasang pada masing – masing lubang dan disambung kabel dan panelcontrol.
7. Setelah semua terpasang dengan baik, lampu UV siap digunakan.
8. Penggunaan lampu UV dengan cara memasang pipa air pada pemasukan UV danmemasang pipa pengeluaran di bagian outlet lampu UV.
parator" style="clear: both; text-align: center;">
Gambar 2. Alat Radiasi UV dengan menggunakan pipa 8" (3 balon) Lampu UV Ф Pipa tabung
APLIKASI PENYARING DENGAN ULTRAVIOLETSEDERHANA BUATAN BBAP TAKALAR
Tabel 1. Aplikasi penggunaan radiasi UV yang telah diterapkan
KEUNGGULAN TEKNOLOGI
Pada perekayaan ini dilakukan dengan membandingkan antara UV hasil rakitan sebelumnya (yang tidak dapat diganti lampu UV-nya sehingga hanya dapat digunakan hingga mati). Dengan modifikasi di beberapa bagian, alat radiasi UV buatan BBAP Takalar lebih sederhana, mudah diganti lampunya saja dan efektifitasnya dalam menekan populasi bakteri pathogen lebih baik dibanding dengan UV radiasi buatan sebelumnya . memperoleh penyaring dengan ultraviolet hasil rakitan sederhana versi baru pada BBAP Takalar.
Uraian tentang keberhasilan teknologi dibandingkan dengan yang sudah ada
 Alat radiasi UV sebelumnya kurang efisien karena tidak dapat diganti-ganti lampu UV-nya dengan yang baru apabila lampu UV putus/mati sedangkan hasil rakitan versi baru, lampu UV dapat diganti dengan mudah setiap saat tanpa harus menganti/membuang seluruh sistem alat, sehingga lebih efisien
 Alat radiasi UV sebelumnya kurang layak digunakan karena efektifitas membunuh bakteri dan mikroorganisme kurang sempurna. Model lama lampu UV nya tidak dapat dibersihkan dari kotoran yang menempel sedangkan model baru lampu UV nya dapat dengan mudah dibersihkan setiap saat.
Mudah diterapkan dalam sistem usaha kelautam dan perikanan
 Alat radiasi UV ini, mudah diterapkan dalam segala jenis usaha. Perikanan budidaya baik untuk perbenihan maupun pembesaran dalam bak indoor, ikan tawar maupun ikan laut.
 Dari segi pemanfaatan alat radiasi UV rakitan BBAP Takalar dapat diterima dan dimanfaatkan oleh pelaku usaha perikanan buidaya.
 Dari segi ekonomi, alat radiasi UV rakitan sederhana versi baru ini lebih efisien dan lebih murah.
 Dari segi teknis, filter hasil rakitan tersebut dapat berfungsi dengan baik untuk menekan populasi bakteri pada media air pemeliharaan.
 Alat radiasi UV yang baru ini, desain nya lebih baik dan enak dipandang mata dibandingkan dengan yang sebelumnya, juga penggunaan lampu UV dapat diatur dan disesuaikan dengan kebutuhan.
Tabel 2. Hasil pengukuran bakteri pada Air Media Pemeliharaan sebelum di UV dan setelah di UV di BBAP Takalar Ramah lingkungan Dengan alat radiasi UV ini lebih ramah terhadap lingkungan karena: dapat dilakukan pergantian lampu UV, lebih ramah lingkungan karena :  Tidak perlu melakukan pergantian bahan dan alat secara keseluruhan jika lampu UV mati  Dengan alat radiasi UV ini tidak perlu lagi menggunakan bahan kimia atau obat antibiotik untuk membasmi bakteri atau microorganisme pathogen, sehingga tidak mencemari lingkungan
LOKASI PENELITIAN DAN DAERAH REKOMENDASI
Unit rancang bangun dan unit pembenihan udang windu dan vannamei di Balai Budidaya Air Payau Takalar, Desa Bontoloe Kecamatan Galesong Selatan Kabupaten Takalar. Kegiatan pembuatan dilakukan pada bulan Mei tahun 2006, namun pengkajian, pengembangan dan penerapan terus dan masih dilakukan sampai saat ini.
Lokasi wilayah yang direkomendasikan untuk penerapan alat radiasi ultraviolet adalah semua wilayah yang mengoperasikan usaha perbenihan dan pembudidayaan ikan indoor, baik untuk ikan laut maupun ikan tawar. Alat ini juga memungkinkan digunakan untuk memproduksi air bebas bakteri di daerah yang sanitasinya kurang baik.
KEMUNGKINAN DAMPAK NEGATIF
Dampak negatif adalah bila terkena radiasi sinar ultraviolet namun pengamanan sinar UV dapat ditutup dengan baik, sehingga tidak berbahaya bagi kehidupan ikan maupun manusia.
KELAYAKAN FINANSIAL DAN ANALISA USAHA
Analisa Usaha
Untuk pembuatan alat radiasi UV lampu UV dengan 1 mata , 1 p a k e t p e m b u a t a n membutuhkan dana Rp 2.500.000  Pembelian lampu UV impor dipasaran dengan 1 mata uv (harga minimal) adalah Rp 7.500.000  Keuntungan yang diperoleh dengan membuat alat radiasi ultraviolet rakitan adalah Rp 5.000.000  Keuntungan yang diperoleh akan lebih banyak lagi jika jumlah lampu UV yang digunakan lebih banyak. Hasil dan dampak yang diperloleh dalam dari alat Radiasi UV sederhana
Tabel 3. Rincian Biaya yang akan digunakan dalam pembuatan No. Parameter Spesifikasi 1 Debit air (m3/jam) 33 2 Daya tahan lampu (jam) 8.000, efisiensi menurun 15% setelah 5.000 jam pemakaian 3 Panjang gelombang (nm) 254 4 Dosis UV (µm/detik/cm2) ˃ 30.000 atau 15,3 W pada 1 m 5 Unit listrik 220 -240 volt 50-60 Hz 36 watt 6 Sistem peringatan LED 7 Jumlah lampu (buah) 4 8 Dimensi (mm) Ø 2,5” x 55” 9 Lampu UV Philips - Holland 10 Tipe lampu UV – C TUV 36 W; T8 11 Tipe cap/base G 36
ini adalah produksi benih akan meningkat karena bakteri pathogen dapat dibasmi dengan tanpa penggunaan bahan kimia atau obatobatan yang lebih mahal. Alat ini dapat dipesan dengan harga jauh lebih murah daripada alat serupa yang di impor.
TINGKAT KOMPONEN DALAM NEGERI
Tingkat komponen yang digunakan dalam kegiatan perekayasaan ini adalah 90% produk dalam negeri dan 10 % dari luar negeri, hampir semua semua bahan dan peralatan yang diperlukan tersedia di pasaran lokal.
Sumber:
Faridah S., dkk. 2013. Perakitan Alat Radiasi UV untuk Menekan Bakteri Pathogen dalam Perikanan Budidaya. Buku Rekomendasi Teknologi Kelautan dan Perikanan 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta.

Senin, 24 September 2018

Teknologi Pengendalian Gulma Air, Eceng gondok (Eichornia crassipes) di Perairan Umum Daratan

DESKRIPSI TEKNOLOGI
TUJUAN DAN MANFAAT PENERAPAN TEKNOLOGI
Tujuan dari penerapan teknologi pengendalian gulma air ecenggondok adalah untuk mengendalikan pertumbuhan ecenggondok di perairan sehingga keberadaannya tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sumber daya ikan dan perairan. Teknologi pengendalian gulma air ecenggondok ini sangat bermanfaat untuk memulihkan fungsi ekologis perairan dan sekaligus berguna sebagai teknologi pemanfaatan ecenggondok sebagai sumber makanan ikan (bisa seluruh pohon atau daunnya saja. Bila daunnya saja (10 % dari pohon) maka batangnya (50 % bagian pohon) dapat digunakan untuk kerajinan kreatif dengan catatan panjang minimum 60 Cm dan perlu adanya pelatihan serta akarnya (40 % bagian pohon) sebagai bahan baku kompos atau biogas, memerlukan sarana dan teknologi yang harus dimiliki. Teknologi ini dapat diterapkan secara efektif di perairan umum daratan terutama di perairan danau dan waduk yang sudah digolongkan perairan kritis sebagai akibat cemaran gulma air sehingga kelestarian lingkungan perairan terjamin.
PENGERTIAN/ISTILAH/DEFINISI
Gulma air adalah tumbuhan air yang keberadaannya di perairan secara ekologi merugikan karena pertumbuhannya melebihi manfaatnya sehingga keberadaannya tidak diinginkan. Ecenggondok, Eichhornia crassipes adalah tumbuhan air mengapung yang keberadaannya di perairan umum daratan merupakan salah satu gulma penting.
Perairan umum daratan adalah perairan yang dihitung dari garis pantai surut terrendah sampai daratan, baik berupa sungai, danau, waduk, rawa dan perairan genangan lainnya. Danau kritis adalah danau yang sudah mengalami perubahan ekologis yang cenderung mengakibatkan gangguan kelestarian atau keberadaannya dan hal itu dapat diakibatkan oleh beberapa faktor antara lain : gulma air, pendangkalan, dan pencemaran.
RINCIAN DAN APLIKASI TEKNIS/PERSYARATAN TEKNIS YANG DAPAT DIPERTANGGUNGJAWABKAN:
1. Persaratan Teknis Penerapan Teknologi Pengendalian Gulma Ecenggondok meliputi hal-hal
sebagai berikut: a. Pengendalian ecenggondok dilakukan di perairan danau atau waduk dengan kepadatan gulma ecenggondok yang tinggi (10 kg/m2) b. Jenis teknologi pengendalian ecenggondok yang diterapkan adalah kombinasi antara pengendalian secara fisik dan biologis c. Pengendalian dilakukan secara fisik dan biologis yaitu dengan cara memanen ecenggondok yang kemudian daunnya digunakan sebagai makanan ikan herbivor (misal : ikan koan, Ctenoparyngodon idella) yang dipelihara dalam keramba jaring apung dan batangnya (petiol) dapat digunakan sebagai bahan kerajinan tangan (industri kreatif) serta akarnya untuk bahan kompos atau biogas d. Benih ikan koan yang siap untuk mengkonsumsi daun ecenggondok berukuran panjang > 15 cm dan berat > 20 gram e. Wadah pemeliharaan ikan koan yang berupa karamba jaring apung/tancap ukuran minimal 2x2x2 m.
2. Uraian lengkap dan detail SOP, mencakup: a. Identifikasi luasan perairan yang ditutupi ecenggondok untuk menghitung potensi ecenggondok yang berupa daun sebagai sumber pakan ikan koan, petiol sebagai bahan baku kerajinan tangan dan akar sebagai bahan baku kompos atau biogas b. Gulma air ecenggondok di perairan harus dilokalisir agar tidak bergerak kesana kemari tetapi terpusat di suatu lokasi c. Pengadaan benih ikan koan ukuran panjang 15 cm dan berat 20 gram. d. Pengadaan sarana pemeliharaan ikan koan yang berupa kantong jaring, rakit karamba, dan perlengkapannya dengan ukuran minimal karamba 2x2x2 m. e. Ikan koan dipelihara dengan kepadatan 100-200 ekor/karamba dan diberi makanan daun ecenggondok sebanyak 4-7% dari berat ikan yang dipelihara. f. Pemberian makan daun ecenggondok dilakukan satu kali sehari Cara penerapan teknologi yang diurut mulai persiapan sampai aplikasi. 3. Kaji terap teknologi pengendalian gulma ecenggondok ini sudah dilakukan di Danau Limboto, Gorontalo dan dapat dilakukan di 15 Danau kritis (Kementrian Lingkungan Hidup) dan Rawa Pening, waduk Saguling, Cirata dan Jatiluhur, Situ Cangkuang, serta situ Bagendit.
KEUNGGULAN TEKNOLOGI :
1. Teknologi pengendalian gulma ecenggondok ini adalah teknologi modifikasi yang merupakan kombinasi dari teknologi pengendalian secara fisik dan biologis dengan menggunakan ikan koan.
2. Teknologi pengendalian gulma ecenggondok ini layak untuk dikembangkan di perairan danau atau waduk yang tercemar ecenggondok. Teknologi pengendalian secara terpadu ini telah mampu mengubah gulma ecenggondok menjadi biomasa ikan, bahan baku industri kerajinan/kreatif dan sumber biogas untuk keperluan rumah tangga. Namun pada teknologi ini, penekanan utama adalah dalam mengkonversi biomasa daun ecenggondok menjadi biomasa ikan sehingga menjadi produk yang bernilai ekonomi baik untuk keperluan konsumsi masyarakat maupun sekaligus meningkatkan pendapatan pembudidaya serta pelestarian lingkungan perairan. Pemanfaatan daun ecenggondok pada budidaya ikan koan mempunyai keunggulan tersendiri jika dibandingkan dengan pengendalian biologis dengan cara menebarkan ikan koan secara langsung di perairan. Jika ikan koan ditebar langsung di perairan, maka pada tahap awal ikan koan akan makan tumbuhan air yang disukai terlebih dahulu seperti ganggang (Hydrilla spp, Ceratophylum sp, dsb) sehingga tumbuhan air tersebut habis dan kemudian baru beralih ke akar ecenggondok dan terakhir ke daun ecenggondok setelah ecenggondok mati. Padahal keberadaan tumbuhan air ganggang sangat diperlukan untuk penempelan telur dan perlindungan benih ikan asli di perairan. Kasus penebaran ikan koan yang langsung dilepas ke perairan danau untuk mengendalikan ecenggondok ini telah berhasil dilakukan di Danau Kerinci namun akhirnya berdampak negatif terhadap penurunan populasi ikan asli seperti ikan semah (Tor duorenensis) yang sangat ekonomis.
3. Teknologi pengendalian gulma ecenggondok secara fisik dan biologis merupakan teknologi sederhana sehingga mudah diterapkan oleh masyarakat sekitar perairan yang tercemar gulma ecenggondok. Hasil analisis proksimat ecenggondok mengandung protein (Akar=17,7%, Batang= 4,86% dan Daun= 19,83%) (Krismono, 2007), sehingga memenuhi syarat untuk pakan ikan. Secara ekonomis menguntungkan karena komponen pakan yang antara 60-70% dari biaya produksi pada budidaya ikan dalam KJA dengan mudah didapat tanpa mengeluarkan biaya untuk membelinya. Disamping itu, biomassa daun ecenggondok akan dikonversi menjadi biomassa ikan yang ekonomis. Penerapan teknologi pengendalian ini secara terpadu dapat diterapkan di masyarakat dengan menciptakan kegiatan industri kerajinan untuk memanfaatkan batang/petiol ecenggondok dan bahan bakar gas atau kompos untuk pupuk dengan memanfaatkan akar ecenggondok sehingga ecenggondok yang berupa gulma menjadi bahan baku yang bernilai ekonomis. Hal ini telah dilakukan di waduk Rawapening dan di danau Limboto. Dalam pengembangan budidaya ikan koan perlu dikembangkan kelembagaan pembenihannya sehingga pasok benih ikan koan dapat terjamin. Teknologi pengendalian ecenggondok secara fisik dengan cara mengangkatnya ke luar perairan yang selama ini sering dilakukan di beberapa perairan akan membutuhkan biaya yang tinggi dan hanya sesaat karena tidak ada produk yang secara berkelanjutan dihasilkan dan bernilai ekonomis.
4. Teknologi pengendalian gulma yang diterapkan merupakan teknologi yang ramah lingkungan dan akan berdampak positif terhadap kelestarian lingkungan perairan.
5. Kebaharuan teknologi ini dapat menentukan waktu pengendalian gulma air yang ada berdasarkan jumlah/ukuran ikan yang dibudidayakan dan ramah lingkungan.
6. Indikator keberhasilan dapat dihitung bila ada 1.000 petak Keramba jaring apung ikan koan dengan pakan eceng gondok dalam satu periode pemeliharaan mengurangi sekitar 120 ha luas tutupan eceng gondok. Bila pemanfaatan eceng gondok digunakan juga untuk kerajinan dan biogas, sehingga yang digunakan untuk pakan hanya daunnya berarti 10 % bagian dari seluruh pohon, maka dengan jumlah KJA 1.000 petak dapat mengurangi 1.200 ha.
WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN, PENGKAJIAN, PENGEMBANGAN, PENERAPAN DAN WILAYAH/DAERAH YANG DIREKOMENDASIKAN:
1. Penelitian dilakukan di Danau Limboto, Gorontalo dengan luas 3.000 ha dan luas tutupan ecenggondok sebesar 1.000-2.000 ha atau 40-60% dari luas danau. Waktu penelitian sampai dengan pengembangan dilakukan mulai tahun 2006 sampai dengan 2008 dan penerapan teknologi dilakukan pada tahun 2009. Selama periode 2006-2008, telah dihasilkan data dan informasi mengenai jenis-jenis tumbuhan air dan luas tutupan ecenggondok, ukuran benih ikan koan yang sesuai untuk makan daun ecenggondok, konversi pakan ikan koan, kepadatan optimum ikan koan dan pertumbuhan serta produksi ikan koan. Pada tahun 2009 penerapan teknologi pengendalian ecenggondok dilakukan berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh pada kegiatan sebelumnya
2. Teknologi pengendalian ecenggondok ini dapat dilakukan di perairan danau dan waduk kritis yang tercemar dengan gulma air ecenggondok, yaitu di 15 danau kritis: Danau Toba, Danau Kerinci, Danau Singkarak dan Danau Maninjau di Pulau Sumatera, Danau Rawa Besar dan Danau Rawa Pening di Pulau Jawa, Danau Batur di Pulau Bali, Danau Tondano, Danau Limboto, Danau Poso, Danau Tempe, dan Danau Matano di Pulau Sulawesi, Danau Sentarum dan Danau Semayang, Melintang dan Jempang di Pulau Kalimantan serta Danau Sentani di Pulau Papua. Beberapa perairan waduk yang tercemar gulma ecenggondok antara lain Waduk Saguling dan Cirata, Situ Cangkuang dan Bagendit di Jawa Barat.
3. Opsi penerapan teknologi pengendalian eceng gondok di perairan umum daratan ini pada teknologi budididaya ikan koan/tawes/ikan herbivora dengan memanfaatkan gulma air eceng gondok sebagai pakan ikan.
KEMUNGKINAN DAMPAK NEGATIF
1. Dampak negatif yang mungkin timbul dari budidaya ikan koan dalam KJA dengan pakan berupa daun ecenggondok adalah sangat ringan (kecil) yaitu berupa penyuburan perairan dari sisa kotoran dan eksresi ikan koan.
2. Ikan koan (Ctenoparyngodon idella) adalah jenis ikan invasif bila terlepas ke perairan umum daratan.
KELAYAKAN FINANSIAL DAN ANALISA USAHA
KJA 2x2x2 m , padat tebar 200 ekor (20gr/ekor) dalam 90 hari menjadi (mortalitas 20% x 200 ekor) 160 ekor 500gr/ekor dengan pakan encenggondok. Biaya produksi untuk KJA Rp. 200.000,- /unit dan benih 200 ekor @ Rp. 300,- = Rp. 600.000,- Jumlah modal/unit = Rp. 800.000,-. Hasil panen 160 ekor x 500gr = 80kg @ Rp. 25.000,- = Rp. 2.000.000,-. Keuntungan per unit = Rp. 2.000.000,- - Rp. 800.000,- = Rp. 1.200.000,-. Bila satu rumah tangga pembudidaya memiliki 6 unit maka penghasilan = Rp. 7.200.000,- per 3 bulan = Rp. 2.400.000,- per bulan.
TINGKAT KOMPONEN DALAM NEGERI
Material yangg digunakan dalam penerapan teknologi pengendalian ecenggondok seluruhnya produksi dalam negeri. Ikan koan yang merupakan ikan introduksi dari China, kini pembenihannya sudah dapat dilakukan di Indonesia sehingga upaya penyediaan benihnya sudah tidak menjadi kendala lagi.
FOTO DAN SPESIFIKASI
Waktu yang diperlukan untuk pengendalian eceng gondok di danau/waduk dapat dirumuskan sebagai berikut:
T : Waktu yang diperlukan untuk pengendalian eceng gondok (hari) L : Luas area tutupan eceng gondok (m2) Be : Biomassa eceng gondok (kg/m2) Ke : Rasio eceng gondok yang dapat dimakan ikan koan Ge : Laju pertumbuhan eceng gondok (g/hari) N : Jumlah ikan yang tebar ikan koan (ekor) Ki : Jumlah ikan dalam kurungan (ekor) Gz : Laju perambanan ikan koan terhadap eceng gondok (g/hari) Gi : Laju pertumbuhan ikan koan (g/hari)
Sumber:
Krismono dkk, 2014. Teknologi Pengendalian Gulma Air Eceng Gondok di Perairan Umum Daratan. Buku Rekomendasi Teknologi Kelautan dan Perikanan 2014. Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta.